Friday, August 04, 2006

Permasalahan yang Sama Kalau Naek Kereta Pakuan...

Dulu saya giat mengikuti milis KRL-mania. Kalau saya perhatikan, permasalahan yang selalu muncul sebenarnya berpola :
  1. Masalah tempat duduk, ini terbagi ke dalam gologan :
    • Ibu hamil, manula, orang cacat, dan ibu menyusui/dg anak kecil yang tempat duduk khususnya diduduki oleh orang-orang sehat wal afiat dan tidak berhak atas bangku
      tersebut, tapi orang-orang tersebut malah merasa sudah sama-sama bayar, jadi
      sama-sama berhak.
    • Waktu jamannya Pakuan masih pakai karcis dg nomor tempat duduk, ada orang-orang yg tidak mengerti kalau karcis itu ada nomornya dan kalau tidak ada nomornya berarti berdiri, dan ada orang yg berlagak pilon sehingga walaupun tahu karcis tanpa nomor itu harusnya berdiri, mereka nekat duduk manis, dan dengan senang hati berseteru dengan pemilik nomor tempat duduk tsb.
    • Ada orang-orang tidak berkarcis, yang bisa duduk nyaman, sedangkan yg berkarcis buka lapak dengan manis di lantai.
    • Ada anggota "angkatan" yang pasti tidak beli karcis tapi duduk manis, sementara penumpang berkarcis, bersabar duduk di lantai
    • Ada anggota PT KAI, yang kadang tidak berkarcis karena kenal dg kondektur dan masinis, juga duduk manis, sementara penumpang berkarcis, duduk manis di lantai
    • Ada sekelompok orang yg biasa ngetekin bangku untuk rekan sekelompoknya, yg datang lebih telat, padahal kan aturan dasarnya (setelah no tempat duduk dihapuskan) siapa cepat dia dapat!
  2. Masalah karcis, ini juga dibagi ke dalam :
    • Penumpang tidak berkarcis bisa naik dari pintu masinis, asalkan membayar sejumlah uang tertentu. Naiknya juga kadang tidak di stasiun di mana Pakuan resmi berhenti, bisa di stasiun mana saja asalkan sudah kenal dan sudah bayar.
    • Penumpang tidak berkarcis duduk manis di lantai bergerombol, mengumpulkan saweran, kemudian diberikan oleh perwakilannya kepada kondektur pemeriksa karcis. Para penumpang ini biasanya disebut freeraiders.
    • Penumpang tidak berkarcis, duduk manis di bangku penumpang berkarcis, sebuah kezaliman ya...
    • Penumpang dengan karcis tidak sesuai dengan harga rute yg dilalui, misalnya naik Pakuan harga Rp 11.000,- belinya karcis depok atau bojong, alesannya udah gak dapet duduk, turunnya juga gak di bogor kok, paling jauh kan bojong...
    • Pemeriksaan karcis yg ketat tidak dilakukan secara konsisten, hanya kalau ada laporan pelanggaran, jadi tidak memberantas para pelanggar sama sekali. Kalaupun ada pemeriksaan, biasanya lebih galak yg melanggar daripada yg memeriksa! Halaaaah....
    • Petugas penjual karcis di stasiun, kadang nakal. Mereka memanfaatkan kondisi penumpang yg sebagian besar dalam keadaan terburu-buru mengejar kereta tercepat agar bisa pulang ke rumah cepat (harapannya). Kalau lagi hoki, petugas yg nakal ini bisa mendapat keuntungan Rp 89.000,- (anggaplah penumpang membayar Rp 100.000, untuk karcis Rp 11.000,- dan lupa mengambil kembalian). Petugas juga suka nakal dengan memberikan kembalian dari pecahan terkecil lebih dulu, misalnya kembaliannya Rp 39.000,- yg diberikan terlebih dulu adalah pecahan seribuan, baru pecahan yg lebih besar (untungnya lebih banyak...)
    • Petugas pemeriksa karcis di pintu masuk dan pintu keluar stasiun tidak berwibawa dan tidak memiliki kesopanan yg memadai. Ada anggota milis perempuan yg sampai didorong segala! Di stasiun Gondangdia, tempat saya biasa turun kalau mau ke kantor, sering sekali terjadi adu mulut dan perang urat antara penumpang dengan petugas pemeriksa karcis di pintu keluar. Mereka minta dihormati, tapi mereka juga tidak bersikap sopan layaknya orang terhormat.
  3. Masalah jadwal kereta, baik kereta ekonomi maupun ekspres seperti Pakuan, jadwalnya seringkali berantakan. Terutama jadwal kereta sore, dari arah Jakarta ke arah Bogor, Depok, Bekasi, dan Bojong. Pakuan dengan jadwal keberangkatan dari Gondangdia pukul 17.30 saja bisa baru sampai jam 18.15! Apalagi Pakuan dengan keberangkatan lebih malam.
  4. Masalah copet, di Pakuan sih jarang ada copet, tapi waspada itu tetap penting!
  5. Masalah para pedagang asongan, pengamen, anak-anak peminta-minta, yg naik dari stasiun pertengahan antara Jakarta dan tujuan kereta. Mereka cukup mengganggu dengan berlalu lalang dan bernyanyi dg suara sumbang (kalau enak, cukup menghibur juga). Pernah ada pedagang asongan yg ngomel-ngomel, "Haaah, penumpang pakuan masa nawar goceng!" Padahal kan yang namanya nawar mah siapa aja berhak nawar berapa aja...

No comments: