Dalam sebuah perjalanan pulang di angkot 05 Ciomas-Merdeka, saya bertemu dengan ”segerombolan” ibu-ibu dan anak mereka masing-masing, yg baru pulang sekolah di TK Nurul Falah. Ada kalimat yg menggelitik, ”Ayo mampir atuh ke gubug derita.” Ujar seorang ibu kepada temannya. Ya Rob, kenapa juga dia tidak bersyukur? Sebagai orang yg tidak pernah punya rumah sendiri dan sering pindah kontrakan dari kecil, saya tergelitik. Saya masih merasa beruntung bisa ngontrak rumah, ada kan yg gak punya rumah? Yang rumahnya ilang karena bencana alam? Yang uangnya gak cukup pun untuk ngontrak? Kenapa dinamakan gubug derita? Waktu kecil saya juga suka ”rendah diri” karena rumah kontrakan dan ”gak modis” rumahnya. Tapi semakin ke sini saya pikir kurang bersyukur sekali, menilai rejeki yg telah 4JJI berikan dengan kata ”jelek”, ”Cuma ngontrak”, atau malah ”gubug derita”. Sudah untung 4JJI berikan rejeki rumah, kalau tiba-tiba diambil lagi dan gak ada pun hanya sekedar ”gubug derita” gimana? Bersyukur dengan yg ada, bu. Masih banyak yang gubugnya lebih menderita. Mungkin jadi penuh derita karena penghuninya pun kurang bersyukur, ya?
Thursday, September 14, 2006
Gubug Derita?!
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(QS Ibrahim :7)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment